Featured Article

Wednesday 31 October 2012

UAS Kewirausahaan

SOAL UAS KEWIRAUSAHAAN

      1.  Dalam Permendiknas No. 13  Tahun 2007 Tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah itu ada 5 Standar Kompetensi Kepala Sekolah, diantaranya; Standar Kompetensi Kewirausahaan Kepala Sekolah. Pertanyaan : 

        a.  Apa yang dimaksud dengan Standar Kompetensi Kewirausahaan Kepala Sekolah (dilihat dari latar belakang Pengertian, fungsi, kriteria, tujuan, dimensi dan indikator kompetensi kewirausahaan KepSek)

Jawaban :
Untuk mendorong berkembangnya jiwa kewirausahaan, maka kepala sekolah haruslah memiliki kompetensi. Kompetensi tersebut merupakan syarat utama bagi kepala sekolah yang ingin melakukan proses perjalanan kreativitas berfikir dan inovasi tentang keinginan yang diharapkannya untuk kemajuan sekolah.
1.    Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
2.   Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.
5.    Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

  • Latar belakang pengertian
            Pada tahun 2007 lalu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah meluncurkan Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, di dalamnya mengatur tentang persyaratan kualifikasi dan kompetensi yang seyogyanya dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Dan didalam Permendiknas tersebut di jelaskan pula kompetensi kewirausahaan kepala sekolah.

  • Fungsi
Kepala sekolah dalam perannya sebagai wirausahawan, memiliki fungsi sebagai berikut: a) ambisi untuk maju, berani menentukan resiko untuk meraih peluang, b) pola pikir yang positif, c) percaya diri, kuat dan tahan mental, naluri dan intitusi yang tajam, kreatifitas tinggi, disiplin, memiliki kemampuan menjual dan memiliki tanggung jawab moral.

  • Kriteria
   1)      Kepala sekolah mampu sebagai educator (pendidik)
Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
   2)      Kepala sekolah mampu sebagai manager
Kepala sekolah dapat memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada pendidik untuk melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah.
   3)      Kepala sekolah mampu sebagai administrator
Kepala sekolah mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
   4)      Kepala sekolah mampu sebagai supervisor
Kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi yang dapat dilakukan  melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung.
   5)      Kepala Sekolah mampu sebagai leader (pemimpin)
Kepala sekolah menerapkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia (Kedisiplinan, wibawa, bertauladan)
   6)      Kepala Sekolah mampu sebagai pencipta iklim kerja
   7)      Kepala Sekolah mampu sebagai wirausahawan
Kepala sekolah menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang kepala sekolah dengan sikap kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya.

  •  Tujuan
Agar kepala sekolah inovatif, kerja keras, memiliki motivasi kuat, pantang menyerah, dan kreatif dalam mencari solusi terbaik sehingga mampu menjadi contoh bagi warga sekolahnya dan menularkan sifat kewirausahaannya kepada warga sekolahnya.
  • Dimensi
Dimensi kompetensi kewirausahaan kepala sekolah dalam Wahyudi (2009:31) dijabarkan sebagai berikut:
1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah.
2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah.
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah.
4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah.
5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar      peserta didik.
  •  Indikator kompentensi kewirausahan Kepala Sekolah
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan dalam visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang realistik. Realistik berarti tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki. Semakin jelas tujuan yang ditetapkan semakin besar peluang untuk dapat meraihnya. Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut dapat dicapai maka visi, misi, tujuan dan sasarannya dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk masing-masing aspek atau dimensi. Dari indikator tersebut juga dapat dikembangkan menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan implementasinya dalam pengembangan sekolah.
Untuk menjadi kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus menerapkan beberapa hal berikut: (1) berpikir kreatif dan inovatif, (2) mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan, (3) dapat menunjukkan nilai lebih dari beberapa atau seluruh elemen sistem persekolahan yang dimiliki, (4) perlu menumbuhkan kerjasama tim, sikap kepemimpinan, kebersamaan dan hubungan yang solid dengan segenap warga sekolah, (5) mampu membangun pendekatan personal yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang telah diraih, (6) selalu memperbaiki ilmu pengetahuan yang dimiliki dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas ilmu amaliah dan amal ilmiahnya, (7) bisa menjawab tantangan masa depan dengan bercermin pada masa lalu dan masa kini agar mampu mengamalkan konsep manajemen dan teknologi informasi.

 
  b.     Adakah keterkaitan Standar Kompetensi Kewirausahaan KepSek dengan prilaku kewirausahaan guru, Budaya kewirausahaan, dan Teori pembelajaran kewirausahaan ?

Jawaban :
            Kompetensi kewirausahaan kepala sekolah dengan kewirausahaan guru terdapat kaitan yang sangat erat. Dalam hal ini peran kepala sekolah wajib meningkatkan seluruh warga sekolah termasuk kompetensi guru baik dalam prilaku kewirausahaan guru, budaya kewirasuahaan dan teori pembelajaran kewirausahaan
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “ kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personal, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digaris bawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, budaya kewirausahaan dan teori pembelajaran yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

2.    Apakah yang anda ketahui dengan teori Pembelajaran kewirausahaan ?
          a.    (dilihat dari Planning, Organizing, Actuating, Controling dan Evaluating (POAC),       pendapat siapa ? Buku karangan siapa ?

Jawaban :
Menurut saya yang dimaksud dengan teori pembelajaran kewirausahaan adalah proses  pembelajaran penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas.

  • Penerapan fungsi perencanaan dalam teori pembelajaran kewirausahaan
Perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efesien dan efektif dalam mencapai tujuan. Perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Perencanaan adalah awal dari semua proses yang rasional, dan mengandung sifat optimisme yang didasarkan atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai macam permasalahan. Dalam konteks pembelajaran perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa satu semester yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

Menurut Sagala (2009:142) prinsip perencanaan pembelajaran meliputi:
a)  Menetapkan apa yang mau dilakukan oleh guru, kapan dan bagaimana cara melakukannya dalam implementasi pembelajaran.
b) Membatasi sasaran atas dasar tujuan instruksional khusus dan menetapkan pelaksanaan kerja        untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target pembelajaran.
c)  Mengembangkan alternatif-alternatif yang sesuai dengan strategi pembelajaran.
d) Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang penting untuk mendukung kegiatan        pembelajaran.
e)  Mempersiapkan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

       Berdasarkan hal di tersebut, dapat diasumsikan bahwa, jika kelima prinsip-prinsip perencanaan pembelajaran di atas terpenuhi, secara teoritik perencanaan pembelajaran akan memberi penegasan untuk mencapai  tujuan sesuai skenario yang disusun, yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, sekaligus merupakan langkah nyata penjabaran silabus mata pelajaran yang diajarkan, dalam hal ini teori pembelajaran kewirauasahaan.

  •  Penerapan fungsi pengorganisasian dalam kegiatan pembelajaran
Kegiatan pengorganisasian pembelajaran bagi tiap guru dalam institusi sekolah dimaksudkan untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas sesuai prinsip pengorganisasian, dengan membagi tanggung jawab setiap personel sekolah dengan jelas sesuai bidang, wewenang, mata pelajaran, dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini Gorton (dalam Sagala, 2009:143) mengemukakan pengorganisasian adalah terbaginya tugas ke dalam berbagai unsur organisasi, dengan kata lain pengorganisasian yang efektif adalah membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub atau komponen-komponen organisasi. Sedangkan Sutisna (dalam Sagala, 2009:143) menyatakan bahwa, pengorganisasian sebagai kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama.
Pengorganisasian pembelajaran menurut Sagala (2009:144) meliputi lima  aspek, yaitu: a) menyediakan fasilitas, perlengkapan dan personel yang diperlukan untuk penyusunan kerangka yang efesien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan pelaksanaan pembelajaran yang diperlukan untuk menyelesaikannya, b) pengelompokan komponen pembelajaran dalam struktur sekolah secara teratur, c) membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi pembelajaran, d) merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur pembelajaran, e)  memilih, mengadakan latihan dan pendidikan dalam upaya pertumbuhan jabatan guru dilengkapi dengan sumber-sumber lain yang diperlukan.
Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran ini memberi gambaran apakah seorang guru mampu mengelola kelas dengan menggunakan teknik dan langkah tertentu seperti yang tertuang dalam perencanaan pembelajaran yang dibuatnya sendiri, sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan suasana yang harmonis, edukatif, meaning full, berkualitas, dan mengarah pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

  • Penerapan fungsi penggerakan dalam kegiatan pembelajaran
Menggerakkan (actuating) menurut Terry (dalam Sagala, 2009:145) berarti merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemampuan yang baik. Dalam konteks pembelajaran di sekolah tugas menggerakkan dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional, sedangkan dalam konteks kelas pengerakkan dilakukan oleh guru sebagai penanggung jawab pembelajaran. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru sebagai penanggung jawab pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan orang-orang yang terlibat dalam melaksanakan program belajar dan mengajar pada institut sekolah. Dengan demikian penggerakan juga  dapat  diartikan  sebagai  pelaksanaan  dan kepemimpinan bagi sekolah maupun dalam kegiatan pembelajaran.
  •  Penerapan fungsi pengawasan dalam kegiatan pembelajaran
Pengawasan adalah suatu konsep yang luas yang dapat diterapkan pada manusia, benda, dan organisasi. Anthony, Dearden, dan Bedford (dalam Sagala, 2009:146) mengemukakan bahwa, pengawasan dimaksudkan untuk memastikan agar anggota organisasi melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi. Jadi pengawasan ini dilihat dari segi input, proses dan out put bahkan out come. Dalam konteks pembelajaran pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah terhadap seluruh kelas apakah terjadi kegiatan pembelajaran. Kemudian mengawasi pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran apakah dengan sungguh-sungguh memberikan pelayanan kebutuhan pembelajaran.

            Perbaikan dapat dilakukan baik sedang berlangsungnya proses pembelajaran, maupun pada program pembelajaran berikutnya sebagai implikasi dari pengawasan pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun kepala sekolah. Menurut Sagala (2009:146) pengawasan dalam perencanaan pembelajaran meliputi: a) mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dengan rencana, b) melaporkan penyimpangan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar pembelajaran dan sasaran-sasaran, dan c) menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan baik institusional satuan pendidikan maupun proses pembelajaran. Guru harus mengatur pikiran sendiri yang kacau, ia harus dapat melihat dengan jelas apa-apa yang sedang ia usahakan untuk dikerjakan, dan mengutarakan dengan cara logis dan teratur dengan landasan yang benar.

Sumber : Nurkholis, Manajemen berbasis sekolah : teori, model dan aplikasi, Jakarta : Grasindo, 2002. 

Tuesday 30 October 2012

Manajemen Perkantoran

         Di semua kota pencarian lebih banyak ruang kantor untuk tempat bagi suatu pabrik atau kantor yang sedang berkembang terus berlanjut. Biaya yang tinggi untuk ruang kantor tersebut, peningkatan biaya kebersihan dan pemeliharaan, dan usaha untuk menyelesaikan masalah produksi dan status pekerja melalui lingkungan kerja yang lebih baik adalah faktor-faktor yang menimbulkan motivasi untuk memberikan perhatian yang lebih besar bagi pengaturan ruang kantor.

        Ruang yang tersedia untuk melakukan pekerjaan kantor merupakan “geografi” dari kantor tersebut. Sampai sekarang pengertian “tata letak kantor” biasanya digunakan untuk menggolongkan pembahasan mengenai bagaimana menggunakan ruang kantor secara efektif. Konsep yang lebih baru dengan penekanan alokasi ruang untuk pekerjaan kantor telah mengarah pada penggunaan pengertian  “manajemen ruang”  untuk menggantikan “tata letak kantor”. Untuk memahami konsep terbaru mengenai manajemen ruang, perlu diingat bahwa fungsi kantor adalah untuk mengolah informasi. Dalam kantor, informasi mengalir dalam suatu alur sebagaimana aliran bahan mentah dalam sebuah pabrik. Masing-masing memiliki rute atau jalur pengangkutan, waktu perjalanan masing-masing harus diminimumkan, dan masing-masing harus memiliki keinginan yang kuat untuk menjaga jumlah tempat kerja untuk memuat atau mengeluarkan informasi (atau bahan mentah) pada jumlah minimum tanpa mengorbankan kemudahan mendapatkan jasa atau produk tersebut. Dengan mengabaikan jenis produk (produk pabrik, produk kertas atau hanya komunikasi lisan), bagaimana ruang direncanakan dan digunakan mempengaruhi efisiensi dan produktivitas pekerja.

      Semua orang harus mempertimbangkan juga kebenaran konsep kantor masa lalu sebagai pusat pelayanan dari suatu perusahaan. Robert Propst, presiden dari Herman Miller Research Corporation dan seorang Kritikus fungsi kantor yang bermutu, berpendapat bahwa tujuan kantor masa lalu adalah “untuk menyediakan satu lingkungan yang kondusif bagi individu untuk bekerja”. Kantor tersebut harus tumbuh bersama dan menjadi satu perluasan dari individu dan pekerjaan yang dilakukan individu tersebut.
Kebutuhan untuk mengatur ruang secara cermat merupakan hal penting ketika satu gedung kantor baru sedang direncanakan, satu gedung tua sedang direnovasi, atau tata letak gedung saat ini sedang dianalisa dengan tujuan akan mengurangi jumlah orang, perabotan dan peralatan. Perencanaan sebuah gedung kantor baru atau renovasi sebuah gedung lama membutuhkan satu kajian yang cermat untuk menentukan penggunaan ruang yang paling efisien. Dalam bab ini tujuan dan prinsip-prinsip manajemen ruang didiskusikan dan penerapan tata letak yang baik diuji dan digambarkan.

TUJUAN MANAJEMEN RUANG KANTOR

            Manajemen ruang kantor menyangkut penampilan fisik kantor, terutama yang berkaitan dengan disain gedung (misal : lokasi jendela, lift, dan sistem pipa air, pemanas, listrik); kebutuhan organisasi termasuk lokasi bagian-bagian kantor, fasilitas khusus seperti, pelayanan lokasi, instalasi komputer dan kebutuhan eksekutif kantor; tempat pekerjaan dilakukan; sifat dan jumlah pekerja yang saat ini bekerja sebagaimana jumlah yang direncanakan di masa depan; dan peralatan dan perabotan yang dibutuhkan untuk melengkapi pekerjaan yang ditetapkan.

            Manajemen ruang kantor memiliki tujuan spesifik :
  1. Untuk meyakinkan pekerja juga pelanggan dan publik umum mengenai kenyamanan dan ketenangan.
  2. Untuk mengembangkan alur kerja yang efektif dan berbiaya rendah.
  3. Untuk mendisain tempat kerja yang kondusif bagi metode kerja yang baik dan yang  sejalan dengan sistem alur kerja.
  4. Untuk mengkoordinasi penggunaan ruang dengan semua faktor-faktor lingkungan yang berkaitan (seperti : pemanas, lampu, warna dan pengatur kebisingan).
  5. Untuk mengizinkan fleksibilitas tata letak bagi pengaturan ulang tempat kerja dan untuk perluasan atau pengembangan kebutuhan ruang.
  6. Untuk mempertimbangkan secara cermat kebutuhan komunikasi antar personil kantor dengan menyediakan satu lingkungan yang bebas dari penghalang komunikasi.
  7. Untuk meninjau secara periodik semua aspek program manajemen ruang dan melakukan perbaikan jika diperlukan.
Prinsip – prinsip manajemen ruang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip ini. Subbab selanjutnya akan menggunakan tujuan-tujuan ini sebagai kerangka referensi.

Gaya Kepemimpinan

Deserter
Pendekatan gaya manajemen tipe ini adalah suka mengabaikan masalah, mencuci tangan, tidak mau bertanggung jawaba atau istilah kerennya adalah laisser-faire. Tipe gaya ini mengabaikan berbagai keterlibatan atau intervensi yang dapat menjadikan situasi dianggap sulit atau rumit. Sikapnya selalu mencoba netral terhadap apa yang terjadi di keseharian, mencari jalan untuk menghindar dari aturan yang dianggap menyulitkan. Polanya adalah mencoba tetap menyelaraskan antara atasan dan bawahan, menghindari perubahan perencanaan. Pola yang tampak secara manajerial adalah defensif, misalkan ada kebijakan yang menyulitkan bawahan maka ia mengatakan saya hanya menjalankan perintah, kebijakan dari atasan. Bukan berarti pola seperti ini buruk, deserter hanya berupaya menjaga keadaan status-quo dan menghindari perubahan drastis atau “guncangan dalam manajemen”.

Bureucratic
Pendekatan gaya manajemen ini adalah prosedural, berdasarkan aturan atau tata pelaksanaan, menerima dengan tulus hirarki kewenangan dan menggunakan komunikasi sangat formal dalam bersikap. Skor yang tinggi berarti sistematik. Fungsi dan peran birokrat akan sangat optimal pada situasi yang terstruktur dengan pola prosedur yang jelas meskipun dapat saja prosedur yang ada sebenarnya rumit, namun birokrat akan tetap tenang menghadapi sistem yang ada. Birokrat berpegang pada sistem, gaya manajemen seperti ini tampak seperti otokrat, kaku dan dapat membosankan bagi orang-orang yang fleksibel.

Missionary
Bisa jadi fakultas psikologi UI menerjemahkan menjadi pemurah hati adalah istilah yang paling cocok, karena pendekatan gaya manajemen seperti ini adalah menggunakan unsur afektif yang sangat kental. Missionary berupaya mendorong situasi positif dalam manajemen dengan memberikan kandungan sensitivitas, kepedulian dan hal-hal yang mungkin dianggap penting untuk meningkatkan kinerja melalui sentuhan emosi/perasaan. Model manajerial seperti ini berupaya menjaga orang lain termasuk bawahan pada situasi bahagia dalam situasi apapun. Perilaku mendorong atau mengajak menunjukkan bagian penting dari gaya yang ditunjukkan. Mengapa dikatakan kurang efektif gaya manajemen seperti ini adalah karena kurang ketersediaanya peluang konflik, berupaya tetap halus dalam bertindak dan kesulitan untuk menolak atau berkata tidak, padahal banyak pekerjaan perlu ketegasan dalam manajemen.

Developer
Gaya manajemen developer adalah sisi efektif dari gaya missionary. Tujuan dari gaya seperti ini adalah untuk bertindak secara profesional tanpa mengesampingkan aspek emosi. Bawahan diberikan kesempatan untuk memberikan ide, pandangan atau peran lebih dari kebijakan yang ada untuk mengembangkan potensi. Kontribusi diberikan dan perhatian untuk pengembangan pun diperhatikan. Skor tinggi memiliki keyakinan optimis tentang individu untuk bekerja dan menghasilkan. Sifat pendekatan berupa kolegial, bawahan sebagai partner bukan hanya sebagai “pembantu” dalam mengerjakan sesuatu. Gaya seperti ini senang untuk berbagi pengetahuan dan keahlian dan potensi bawahan dapat dioptimalkan.

Autocratic
Model pendekatan pengendalian dan pengarahan yang dianggap kurang efektif. Gaya seperti ini lebih perhatian hanya pada produktivitas dan hasil. Skor tinggi dianggap sebagai manajer yang formal, memberikan tugas ke bawahan berdasarkan instruksi dan mengawasi secara ketat proses yang terjadi. Kesalahan tidak bisa ditolerir, penyimpangan harus dihindari… yang penting jangan sampai salah dalam mengerjakan sesuatu. Kebijakan adalah urusan atasan sementara bawahan cukup melaksanakan apa yang harus dikerjakan tanpa ada alasan karena dianggap tidak perlu dan membuang waktu. Gaya ini meminimalisir komunikasi, membatasi terhadap apa yang perlu saja. Bawahan akan menganggap dingin atasan dengan gaya ini, terutama bagi mereka yang membutuhkan lebih dari sekadar tugas yang harus dikerjakan seperti dorongan akan pengakuan atau dukungan.

Benevolent Autocratic
Gaya ini dianggap efektif karena memberikan unsur komunikatif dalam melakukan gaya otokratik. Gaya ini masih mengandalkan instruksi dan intervensi. Skor tinggi dapat dilihat sebagai guru dalam memberi tugas, dimaana dapat memberikan instruksi dengan tidak menesampingkan komunikasi kepada bawahan secara lebih fleksibel. Pola yang dilakukan tidak meninggalkan bawahan dengan memberikan kesediaan untuk bertanya, membantu apabila ada hal yang dianggap salah atau menyimpang. Pola keseharian terstruktur dalam menentukan target kerja, produktivitas dan memberi perintah, tidak ragu memberikan hukuman namun bertindak adil dalam menyikapinya. Gaya ini dapat bekerjasama dengan baik namun menghindari hubungan keterdekatan antar personal.

Compromiser
Gaya ini mengandalkan tugas dan relasi yang seimbang, namun dianggap kurang efektif karena kesulitan mengintegrasikan antara tuntutan tugas dan hubungan. Gaya ini akan merasa kebingungan antara pengaturan tugas dan kebutuhan untuk berinteraksi. Dalam menghadapi tekanan, maka akan cenderung kompromi sehingga berbagai tujuan seringkali menyimpang, misalkan target waktu tidak kelar atau terjadi penyimpangan tujuan. Sensitivitas terhadap hubungan seringkali mengubah alasan terhadap tujuan semula.

Executive
Gaya ini dianggap efektif karena dapat mengelola dengan baik antara tugas dan hubungan. Model ini adalah sisi efektif dari gaya kompromis. Pola yang dilakukan dapat mengintegrasikan antara tugas dan hubungan dengan baik, mengelola dan memanfaatkan kedua aspek dengan sinergi yang optimal. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai pendekatan konsultatif, interaktif dan pemecah masalah. Pendekatan ini memanfaatkan eksplorasi terhadap berbagai sumber daya, keragaman informasi dan dapat memanfaatkan isu negatif menjadi dorongan untuk hasil yang lebih optimal. Gaya ini melibatkan tim dalam perencanaan dan mengambil kesimpulan. Komunikasi dilakukan terhadap bawahan untuk meningkatkan kualitas informasi yang dapat menjadikan keputusan lebih baik. Manajer dengan gaya seperti ini dapat dianggap sebagai motivator karena terbuka dengan berbagai hal baik yang mendukung atau menentang untuk mendapakan komitmen bersama.